Tanggapan Kubuh Roy Suryo soal Ucapan Rektor UGM Soal Polemik Ijazah Jokowi

Tanggapan Kubuh Roy Suryo soal Ucapan Rektor UGM Soal Polemik Ijazah Jokowi

Sorotan dari Kubu Roy Suryo: Profesionalisme Diragukan

bukanberita.com – Sepekan terakhir, publik digemparkan oleh tanggapan keras dari kubu Roy Suryo terhadap pernyataan Rektor UGM, Ova Emilia, yang menyebut bahwa isu seputar ijazah Presiden Jokowi—termasuk pemanfaatan dan perlindungan ijazah—merupakan tanggung jawab alumni. Pernyataan yang disampaikan melalui video resmi kanal YouTube UGM itu ditepis keras oleh Roy Suryo yang menilai UGM tampak berusaha lari dari tanggung jawab akademik.

Roy Suryo bahkan menyebut apa yang disampaikan oleh UGM tidak mencerminkan profesionalisme akademis. Dalam pernyataannya, ia menekankan pentingnya kehadiran bukti otentik dalam dialog publik yang sensitif seperti kasus ini. Tanpa bukti tersebut, media, publik, dan pihak yang dirugikan akan merasa dirugikan percaya bahwa universitas menutup-nutupi.

Menurutnya, seharusnya UGM bisa menyajikan bukti dokumen publik, seperti fotokopi ijazah ataupun data akademik lainnya, agar polemik ini tidak terus berkembang keliru dan melebar. Sebaliknya, upaya yang terlihat justru menghindari keterlibatan secara resmi.

Proses Hukum Terganggu dan Kritik dari Penasehat Hukum

Lebih dari sekadar kritik akademik, penasehat hukum Roy, Ahmad Khozinudin, mengecam pernyataan UGM secara tegas karena dianggap bisa mengganggu proses hukum yang tengah berjalan. Menurutnya, dengan cara penyampaian seperti sekarang, UGM seolah membangun narasi bahwa tidak ada masalah pada ijazah, yang justru menimbulkan pertanyaan — apakah ada potensi intervensi terhadap proses hukum?

Khozinudin juga menekankan bahwa klarifikasi seperti ini semestinya dibuat secara resmi melalui berita acara pemeriksaan (BAP), bukan melalui video publik. Dengan demikian, keterlibatan lembaga besar seperti UGM dalam isu yang sedang diuji di hukum seharusnya transparan sekaligus terstruktur.

Rekam Jejak Isu: Dari Audiensi Hingga Komentar Tajam

Kasus ini bermula dari audiensi masif yang dipimpin oleh Roy Suryo sebagai perwakilan Tim TPUA (Tim Pembela Ulama dan Aktivis) di UGM. Dalam pertemuan di April lalu, UGM pernah memperlihatkan skripsi Jokowi secara terbatas, dan Roy menyempatkan memotret bagian tertentu untuk dianalisis. Ia mencatat adanya kejanggalan teknis — seperti tidak adanya lembar pengesahan dan format ketikan yang tidak konsisten — yang sampai kini belum dijelaskan lebih lanjut oleh pihak kampus secara terbuka.

Seiring dengan itu, Roy juga menuduh UGM telah melakukan perubahan data dekan dan skripsi di repository kampus saat isu ini mulai memanas, yang menambah kecurigaannya tentang adanya campur tangan internal.

Ditambah lagi, eks-Rektor UGM, Prof. Sofian Effendi, sempat membuat klarifikasi kontroversial lalu mencabut pernyataannya dan meminta video wawancaranya ditarik. Roy menyayangkan keputusan tiba-tiba tersebut dan menuduh adanya tekanan yang bisa dibandingkan dengan adegan “Jenderal di Lubang Buaya”.

Penutup — Hampir Semua Pihak Tuntut Transparansi

Tanggapan dari kubu Roy Suryo terhadap ucapan Rektor UGM membuka babak baru dalam polemik ijazah Jokowi. Di satu sisi, kampus berusaha mempertahankan posisi legalnya sebagai institusi pendidikan, sementara di sisi lain, publik dan pengkritik menuntut transparansi dan bukti. Masalahnya bukan hanya tentang dokumen, tapi kredibilitas dan tanggung jawab moral yang melekat pada sektor pendidikan.

Kini publik berharap UGM bersikap lebih terbuka, misalnya dengan menyajikan dokumen akademik yang diperoleh melalui prosedur resmi atau membiarkan mekanisme hukum berjalan tanpa hambatan. Sedangkan kubu Roy Suryo, tetap akan mengawal proses ini hingga tuntas — berharap agar perdebatan ini tidak dibiarkan berlangsung tanpa kejelasan yang valid.