Anggota DPR Dapat Tunjangan Rumah Rp 50 Juta Per Bulan, Bukan Gaji Rp 100 Juta

Klarifikasi Tegas: Ini Bukan Kenaikan Gaji, Tapi Kompensasi Rumah Jabatan

bukanberita.com – Isu viral belakangan menyebut bahwa gaji anggota DPR RI naik jadi Rp 100 juta per bulan—alias sekitar Rp 3 juta per hari. Namun ketua DPR, Puan Maharani, langsung membantah tegas saat acara Penurunan Bendera Merah Putih di Istana Negara (17 Agustus 2025). Menurut Puan, yang terjadi bukan kenaikan gaji, melainkan kompensasi uang pengganti rumah dinas yang sudah tidak diberikan lagi.

Rumah dinas DPR periode 2024–2029 memang telah dikembalikan ke pemerintah karena sebagian kondisinya sudah sangat rusak dan tak layak huni. sebagai gantinya, anggota DPR akan menerima uang tunjangan perumahan, bukan gaji.

Berapa Besaran Tunjangan Rumah yang Diberikan?

Sekretaris Jenderal DPR, Indra Iskandar, menyebut bahwa besaran tunjangan ini masih dalam proses survei, dan bukan angka tetap. Namun mengacu pada standar sewa realistik di Jakarta, kisaran yang disebut berkisar antara Rp 30–50 juta per bulan.

Angka Rp 50 juta ini bukan sekadar spekulasi semata—detikProperti menjelaskan bahwa dengan anggaran sebesar itu, anggota DPR bisa menyewa rumah elite di kawasan Senayan, Pondok Indah, atau Permata Hijau dengan fasilitas nyaman seperti kolam renang dan keamanan 24 jam.

Dasar Hukum & Struktur Gaji Pokok Anggota DPR

Menurut PP No. 75 Tahun 2000, gaji pokok anggota DPR RI adalah Rp 4.200.000 per bulan, sementara ketua dan wakil ketua mendapatkan angka lebih besar. Tunjangan lain—seperti istri, anak, komunikasi, beras, rumah jabatan—diatur secara jelas dalam SE Setjen DPR dan Surat Menkeu. Jika dijumlahkan semua, total pendapatan bisa mencapai sekitar Rp 54 juta per bulan, belum termasuk tunjangan perumahan yang baru.

Artinya, total yang diterima bukan gaji Rp 100 juta, tapi memang ada tambahan tunjangan rumah (yang jadi sorotan publik).

Kritik dan Kontroversi: Seleksi Publik terhadap Tunjanagan Realistis?

Peneliti Formappi, Lucius Karus, menyebut tunjangan ini seolah tidak urgent dan menambah beban negara. Ia mengusulkan DPR tetap memakai rumah dinas, apalagi karena akan segera pindah ke IKN.

Sementara Arif Adiputro dari IPC berpendapat, kalau kondisi rumah dinas masih bisa diperbaiki, itu lebih efisien. Di tengah daya beli masyarakat yang lesu, wajar jika publik merasa kebijakan ini kurang sensitif.

Penutup Reflektif

Kompensasi perumahan hingga Rp 50 juta per bulan diberikan karena rumah dinas anggota DPR sudah tak layak huni—bukan karena kenaikan gaji. Gaji pokok tetap sesuai aturan, dan tunjangan baru dijanjikan berdasarkan survei lokasi dan konsultan appraisal. Meski kontroversial, kebijakan ini bertujuan efisiensi dan akuntabilitas, bukan kemewahan.

Ringkasnya

  • Tidak ada gaji Rp 100 juta—itu hoaks.

  • Tunjangan rumah (Rp 30–50 juta/bulan) adalah kompensasi, bukan potongan gaji.

  • Struktur penghasilan DPR tetap sesuai PP.

  • Kritik publik penting sebagai panggilan transparansi dan sensitivitas anggaran.