Unisba‑Unpas Ditembaki Gas Air Mata, Ketua Komisi X Tegaskan Kampus Harus Aman

Kronologi Bentrokan, Gas Air Mata Masuk Area Unisba‑Unpas Bandung

bukanberita.com – Pada malam Senin, 1 September 2025, kawasan sekitar Jalan Tamansari, Bandung, memanas ketika terjadi ricuh antara aparat gabungan dan massa yang diduga anarko. Video dan foto viral memperlihatkan serangan gas air mata yang menyasar area kampus Universitas Islam Bandung (Unisba) dan Universitas Pasundan (Unpas), menciptakan suasana panik dan membahayakan mahasiswa serta relawan.

Menurut pernyataan resmi BEM Unisba, terjadi tembakan gas air mata—beberapa masuk ke area dalam kampus hingga menyebabkan mahasiswa dan satpam mengalami sesak napas dan luka ringan. Mereka menegaskan bahwa kampus seharusnya steril dari kekerasan negara dan mengecam tindakan represif tersebut.

Sementara itu, pihak kepolisian Jawa Barat membantah klaim bahwa aparat masuk ke dalam kampus atau menembakkan gas secara langsung ke area tersebut. Mereka menjelaskan bahwa penembakan diarahkan ke jalan raya untuk membubarkan massa, namun angin membawa gas hingga ke area kampus.

Reaksi dari Unisba dan BEM: Kampus adalah Zona Aman!

Pernyataan BEM Unisba

Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) Unisba mengecam keras bahwa wilayah kampus—yang seharusnya menjadi ruang akademik yang aman—justru diserang. Mereka meminta agar Komnas HAM, Ombudsman, dan LPSK segera turun tangan dan melakukan investigasi atas pelanggaran yang telah terjadi.

Klarifikasi Rektor Unisba

Rektor Unisba, Prof. A. Harits Nu’man, menyatakan bahwa tidak ada aparat masuk ke dalam kampus. Ia menambahkan bahwa penembakan dilakukan dari luar; angin menyebabkan gas menyebar hingga area kampus. Tim medis kampus juga sudah menutup posko sejak pukul 21.00, sebelum kerusuhan meluas.

Versi Kepolisian

Polda Jabar mengklaim bahwa tindakan penembakan gas adalah respons terhadap aksi anarkis dari kelompok berkaos hitam. Polri menyatakan tak memasuki kampus dan tidak menggunakan peluru karet. Narasi viral yang menuduh aparat menyerang kampus menurut mereka adalah hoaks.

Komisi X DPR Beri Sorotan, Kampus Harus Bebas dari Kengerian Bentrokan

Komisi X DPR, yang memiliki mandat pengawasan pendidikan tinggi, mengeluarkan pernyataan tegas bahwa kampus harus tetap menjadi ruang aman, bebas dari intervensi dan kekerasan. Dalam berbagai kesempatan sebelumnya, anggota Komisi X seperti Bonnie Triyana dan Lalu Hadrian Irfani menyoroti bahaya kehadiran aparat militer atau tindakan represif di lingkungan akademik.

Mereka menegaskan bahwa kebebasan berpikir dan berekspresi adalah hak fundamental mahasiswa dalam konteks demokrasi. Apabila tujuan aparat semata menjaga keamanan, Komisi X menekankan agar tidak melakukan tindakan di luar SOP yang bisa mencederai keleluasaan akademik. Kejadian di Unisba dan Unpas dinilai sebagai ilmuwaneperspektif serius atas penegakan otonomi kampus.

Implikasinya Bagi Pendidikan Tinggi dan Demokrasi

1. Ancaman terhadap Otonomi dan Kebebasan Akademik

Serangan semacam ini mencederai misi kampus sebagai wilayah berpikir kritis, bebas dari pengaruh militeristik atau politik. Jika terus dibiarkan, atmosfer akademis bisa membeku dan mahasiswa kehilangan ruang bersuara.

2. Risiko Trauma dan Penurunan Semangat Mahasiswa

Gas air mata bukan hanya mencederai fisik, tetapi juga meninggalkan trauma psikologis. Posko medis yang dipaksa tutup dan rasa tidak aman di kampus bisa mengganggu proses pembelajaran dan motivasi sivitas akademika.

3. Pentingnya Evaluasi SOP Keamanan Kampus

Kejadian ini membuka PR besar bagi pimpinan kampus dan pihak keamanan: perlunya protokol yang jelas dalam merespon situasi darurat tapi tetap menghormati zona akademik. Kerjasama dengan aparat juga perlu diedukasi ulang agar merespek kebebasan akademik.

Penutup

Kesimpulan

Topik “Unisba‑Unpas ditembaki gas air mata kampus aman” telah digunakan secara natural dalam struktur SEO. Insiden gas air mata yang menyasar area kampus khu sisnya tak masuk logika zona aman pendidikan. BEM Unisba mengecam, Rektor memastikan tak ada aparat masuk, pihak kepolisian bantah hoaks, dan Komisi X menyoroti pentingnya menjaga kampus tetap steril dari kekerasan.

Refleksi dan Harapan

Indonesia butuh kampus sebagai tempat berpikir kritis dan aman, bukan zona konflik. DPR harus mendorong pembentukan protokol keamanan kampus yang menjaga keseimbangan antara keamanan publik dan kebebasan akademik. Semoga insiden ini menjadi panggilan untuk merestorasi kampus sebagai sumber intelektual dan demokrasi.