Benarkah Viral Pasha Ogah ‘Makan Uang Haram’ dan Pilih Mundur dari DPR? Fakta di Balik Isu

Ajakan Heroik yang Viral: ‘Pasha Ogah Makan Uang Haram’, Tapi… 

bukanberita.com – Beberapa hari terakhir, video yang menyatakan Pasha Ungu memilih mundur dari DPR karena ogah ‘makan uang haram’ jadi viral di TikTok, X, dan WhatsApp. Narasi ini langsung meledak karena berfungsi sebagai simbol integritas di tengah kepercayaan publik yang hancur terhadap parlemen.

Video itu memuat foto Pasha di ruang sidang, dipadukan dengan teks dramatis, seperti “Saya tidak mau ikut-ikut makan uang haram, lebih baik mundur demi rakyat saya.” Kalimat ini langsung menjadi “bom emosional” yang menyulut solidaritas netizen.

Tapi, seiring kepanikan publik, satu hal penting harus digarisbawahi dulu: apakah klaim ini benar adanya, atau hanya hoaks yang mendompleng sentimen publik?

Fakta: Hoaks yang Dipoles dengan Narasi Heroik

Setelah dirunut, semuanya ternyata hoaks. Tidak ada satu pun pernyataan resmi dari Pasha, PAN, atau berita terpercaya yang membenarkan pengunduran diri itu.

Video tersebut menggunakan foto lama Pasha di DPR dan potongan ucapan yang dimanipulasi agar terlihat dramatis. Teknik ini memang sering dipakai untuk menyulut emosi tanpa menyampaikan fakta.

Dan bahkan di saat kabar itu viral, Pasha tetap aktif—masih manggung di Depok, dan melakukan aktivitas DPR secara normal. Hal ini makin memperkuat bahwa kabar pengunduran diri hanyalah hoaks belaka.

Mengapa Hoaks Ini Bisa Cepat Viral? 

Hoaks ini bisa meledak karena ada momentum sempurna:

  1. Rendahnya kepercayaan terhadap DPR, apalagi setelah isu tunjangan fantastis mencuat. Narasi bahwa “ada yang idealis seperti Pasha” langsung ditelan netizen.

  2. Narasi super dramatis—”ogah makan uang haram”—mudah dipahami, menyentuh logika moral banyak orang. Dia dianggap simbol perlawanan.

  3. Media sosial menyebar cepat, apalagi konten yang bernada sensational punya algoritma ekspose tinggi.

Kurangnya Klarifikasi: Publik Tak Dapat Jawaban Jelas

Parahnya, hingga saat ini tidak ada klarifikasi resmi dari Pasha, PAN, atau pimpinan DPR mengenai isu ini. Jarang sekali apabila benar ada seorang politisi undur diri bakal dibiarkan tanpa konfirmasi media mainstream.

Sikap pasif ini memperlebar kesenjangan antara harapan publik akan transparansi dan realitas komunikasi publik di kabinet politik. Hoaks pun semakin punya ruang tumbuh.

Reputasi Pasha & DPR: Siap-siap Tergerus Narasi Hoaks 

Klaim ini berdampak ganda. Di satu sisi, Pasha dianggap pahlawan publik—tapi begitu terbukti hoaks, reputasi bisa tergerus. Andaikan faktanya berbeda, klarifikasi cepat mungkin memperbaiki situasi.

Untuk DPR sendiri, meski narasi ini palsu, istilah “uang haram” sulit diabaikan oleh publik. Hoaks ini memperkuat stigma lama: DPR dianggap penuh korupsi—dan sulit melawan narasi itu tanpa komunikasi efektif.

Belajar dari Hoaks Lewat Literasi Digital

Kita semua teringat bahwa di era media sosial ini, kecepatan viral sering mengalahkan verifikasi. Hoaks dengan narasi emosional bisa melejit, sementara klarifikasi tertinggal.

Ini jadi pengingat penting agar masyarakat terus meningkatkan literasi digital:

  • Selalu cek sumber resmi sebelum share.

  • Akses media mainstream atau akun tokoh publik untuk verifikasi.

  • Kembangkan skeptisisme sehat terhadap konten sensational.

Penutup: Antara Harapan dan Realita Hoaks

Intinya, klaim “Pasha ogah ‘makan uang haram’ dan pilih mundur dari DPR” adalah hoaks. Tidak ada bukti, tidak ada klarifikasi, dan Pasha tetap aktif di panggung musik dan parlemen.

Tapi, bikin kita sadar: masyarakat haus akan integritas. Harapan itu kemudian direspon hoaks karena publik merindukan simbol moral di lembaga negara.

Kesimpulan & Ajakan

Kesimpulan:
Narasi heroik tentang Pasha memilih mundur karena ogah “makan uang haram” hanyalah hoaks. Fakta menyebut semuanya hasil manipulasi konten lama tanpa konfirmasi.

Ajakan:
Yuk jadi pengguna media sosial yang cerdas—verifikasi dulu sebelum share. Kalau kamu merasa isi konten terlalu dramatis, itu bisa jadi alarm bahwa kamu perlu cek fakta. Jangan biarkan emosi publik jadi alat hoaks.