Bioekonomi Berbasis Warga: Jalan Baru untuk Perbaiki Arah Perekonomian Indonesia

bukanberita.com – Jakarta, 19 Agustus 2025 – Indonesia kini tengah menjajal konsep bioekonomi berbasis warga sebagai pendekatan baru dalam mereformasi arah perekonomian. Pendekatan ini mengedepankan pemanfaatan sumber daya hayati secara berkelanjutan oleh masyarakat lokal, terutama UMKM akar rumput, agar ekonomi tumbuh tak hanya kuat, tapi juga adil dan ramah lingkungan.

Bioekonomi Berbasis Warga: Apa dan Mengapa Penting untuk Indonesia?

Bioekonomi adalah sistem ekonomi yang mengandalkan pemanfaatan hayati—tanaman, hewan, mikroba—berbasis prinsip keberlanjutan. Berbeda dengan ekonomi ekstraktif seperti migas atau batubara, bioekonomi menekankan ekonomi restoratif dan rendah karbon.

Instansi seperti Amartha sudah mulai menerapkan skema ini dengan memberi pembiayaan kepada UMKM pertanian dan agroforestri. Fokusnya pada hilirisasi produk—misalnya tepung mocaf, kopi olahan, serta minyak atsiri—memberi nilai tambah sekaligus menjunjung kelestarian ekologis.

Pendekatan warga atau UMKM lokal jadi fundamental karena membawa dua manfaat utama: kesejahteraan komunitas dan pelestarian tradisi serta sumber daya lokal. Model semacam ini sejalan dengan visi bioekonomi versi inklusif dan adil.

Studi Lapangan: Dari Sigi Hingga Bali–Jembrana, Bioekonomi Menyala

Kabupaten Sigi di Sulawesi Tengah jadi contoh konkret bioekonomi berbasis warga. Di sana, berkat investasi sekitar USD 22,7 juta (Rp 340 miliar), komunitas desa mulai mengolah komoditas seperti kopi, kakao, vanili, dan kelor untuk pasar makanan, herbal, hingga kecantikan. Semua ini sekaligus menjaga 75% kawasan sebagai hutan. ([turn0search1])

Di sisi lain, Amartha bekerja sama dengan Koalisi Ekonomi Membumi (KEM) dalam pengembangan perhutanan sosial dan agroforestri di Bali Barat dan Trenggalek. Lewat pendekatan ini, petani dan pelaku usaha lokal meningkatkan kapasitas usaha sekaligus melindungi ekosistem. ([turn0search10]; [turn0search11])

Pilar Keberhasilan Bioekonomi: Sinergi Pentahelix dan Kearifan Lokal

Bioekonomi berbasis warga tak mungkin berjalan kalau hanya mengandalkan satu pihak. Menurut IRI, kesuksesan butuh sinergi pentahelix—pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat lokal, dan media—situh dalam satu ekosistem kerja. ([turn0search6])

Masyarakat adat dan lokal pun punya peran besar, khususnya dalam hal kearifan lokal—pengetahuan tradisional mereka bisa jadi kunci inovasi produk dan gaya pengelolaan hayati lestari. Ini diulas dalam FGD IRI serta diskusi IISF 2024. ([turn0search7]; [turn0search11])

Tantangan & Tantangan: Modal, Infrastruktur, dan Kebijakan

Meski potensinya besar, jalan menuju bioekonomi berbasis warga masih panjang. Tantangan yang ditemui antara lain:

  • Pembiayaan terus-menerus agar usaha UMKM tidak terputus karena modal terbatas. Amartha lewat KEM memberi akses modal mikro yang sangat berarti. ([turn0search2]; [turn0search4])

  • Kebijakan yang mendukung—perlu skema fiskal dan subsidi agar produk hayati lokal bisa kompetitif.

  • Inovasi teknologi dan digitalisasi, misalnya aplikasi kerja sama petani, pelacakan rantai nilai, atau sensor iklim mikro. Sektor pertanian digital adalah kunci modernisasi yang disarankan para akademisi IPB. ([turn0search8])

Penutup

Bioekonomi Berbasis Warga: Solusi Ekonomi Masa Depan Indonesia

Bioekonomi berbasis warga bukan hanya visi ideal, tapi solusi konkret menghadapi krisis iklim dan disrupsi ekonomi. Lewat hilirisasi sumber daya hayati, kolaborasi inklusif, dan pemberdayaan sektor lokal, model ini mampu menciptakan pertumbuhan yang berkelanjutan sambil melindungi alam.

Harapan & Aksi Ke Depan

Kita berharap institusi keuangan seperti Amartha, kelompok seperti KEM, dan pemerintah daerah bisa memperluas skema ini—baik di level desa maupun skala nasional. Bioekonomi berbasis warga adalah potensi besar untuk perbaikan arah perekonomian Indonesia secara adil, berdaya, dan lestari.